Acara
I
“Pembuatan
Kumbung”

PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS
MERCU BUANA YOGYAKARTA
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Menurut
Budhi (2004), menyatakan bahwa budidaya jamur merang secara sederhana biasanya
menggunakan rumah jamur (kumbung) yang ukuran kumbung panjang 100cm, lebar
60cm, dan tinggi 120cm. Dengan sistem semi permanen, yaitu bahan rumah yang
digunakan dari bahan yang sederhana sehingga akan mudah dipindahkan dan daya
tahannya tidak begitu lama.
Adapun bagian-bagian rumah kumbung
adalah sebagai berikut :
1. Dindingnya
terbuat dari bilik bambu yang dilapisi plastik
2. Permukaan
lantai sebaiknya disemen, tanahnya sebaiknya dilapisi dengan pasir dan kapur.
3. Dalam
sterilisasi dilaksanakan dalam rumah jamur maka di dalamnya dilengkapi dengan
pipa yang diberi lubang-lubang kecil. Jarak antar lubang sekitar 20cm.
Kegunaannya dari pipa tersebut untuk mengalirkan uap air panas pada saat proses
sterilisasi.
4. Atap
bangunan dapat terbuat dari rumbia yang dilapisi plastik pada bagian dalamnya.
5. Sirkulasi
udara dilengkapi dengan jendela.
B. Tujuan
Praktikum
Tujuan
praktikum pembuatan kumbung jamur ini adalah sebagai tempat untuk tumbuh
kembang nya jamur dengan media dan bahan yang mudah didapatkan serta dapat dipantau
setiap hari kelembaban, suhu, dan perawatan jamur tentunya.
Bab II
Tinjauan Pustaka
Menurut Sinaga (2004), menyatakan bahwa
bangunan kumbung atau rumah jamur tidak perlu dibuat permanen dengan bahan
bahan batu dan semen, melainkan dapat dibuat sederhana dari bahan bambu sebagai
rangka, plastik sebagai dinding, dan nipah sebagai atap. Sementara rak – rak
tempat penanaman jamur dapat dibuat 3 - 4 tingkat rak untuk produksi lebih
banyak, rak dapat dibuat dari bambu. Sedangkan generator untuk sistem penguapan
dapat diganti secara sederhana dengan tangki atau drum besar dengan tungku
kayu.
Jamur merang (Volvariella volvacea, sinonim: Volvaria volvacea, Agaricus volvaceus,Amanita
virgata atau Vaginata virgata) atau kulat jumpung dalam bahasa Aceh adalah salah satu
spesies jamur pangan yang banyak
dibudidayakan di Asia Timur dan Asia Tenggara yang beriklim tropis atau subtropis. Sebutan jamur
merang berasal dari bahasa Tionghoa cǎogū .
Tubuh buah yang
masih muda berbentuk bulat telur, berwarna cokelat gelap hingga abu-abu dan
dilindungi selubung. Pada tubuh buah jamur merang dewasa, tudung berkembang
seperti cawan berwarna coklat tua keabu-abuan dengan bagian batang berwarna
coklat muda. Jamur merang yang dijual untuk keperluan konsumsi adalah tubuh
buah yang masih muda yang tudungnya belum berkembang.
Jamur merang
dibudidayakan di dalam bangunan yang disebut kumbung. Sesuai namanya jamur ini
tumbuh baik pada media merang dan jerami yang telah terkomposkan. Namun praktik
budidaya lebih lanjut juga mendapati jamur ini tumbuh baik pada kompos sampah
kertas, tandan kosong sawit, kompos batang pisang dan kompos bio massa pada
umumnya. Menurut penelitian, limbah kapas adalah media yang memberikan hasil
produksi dan pertumbuhan yang terbaik bagi jamur merang. Jamur merang dikenal
sebagai warm mushroom,
hidup dan mampu bertahan pada suhu yang relatif tinggi, antara 30-38 °C
dengan suhu optimum pada 35 °C.
Menurut Budhi (2004), menyatakan bahwa budidaya
jamur merang secara sederhana biasanya menggunakan rumah jamur (kumbung) yang
ukuran kumbung panjang 100cm, lebar 60cm, dan tinggi 120cm. Dengan sistem semi
permanen, yaitu bahan rumah yang digunakan dari bahan yang sederhana sehingga
akan mudah dipindahkan dan daya tahannya tidak begitu lama.
Adapun
bagian-bagian rumah kumbung adalah sebagai berikut :
1. Dindingnya
terbuat dari bilik bambu yang dilapisi plastik
2. Permukaan
lantai sebaiknya disemen, tanahnya sebaiknya dilapisi dengan pasir dan kapur.
3. Dalam
sterilisasi dilaksanakan dalam rumah jamur maka di dalamnya dilengkapi dengan
pipa yang diberi lubang-lubang kecil. Jarak antar lubang sekitar 20cm.
Kegunaannya dari pipa tersebut untuk mengalirkan uap air panas pada saat proses
sterilisasi.
4. Atap
bangunan dapat terbuat dari rumbia yang dilapisi plastik pada bagian dalamnya.
5. Sirkulasi
udara dilengkapi dengan jendela.
BAB
III
Metode
Praktikum
A. Waktu
dan Tempat
Pelaksanaan
pembuatan kumbung jamur dilakukan pada hari Sabtu 6 April 2013 di depan
Fakultas Agroindustri , Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Pembuatan kumbung
ini memakan waktu 2 hari.
B. Bahandan
Alat
Bahan
yang digunakan untuk pembuatan kumbung jamur ini :
·
kayu,
·
plastik,
·
paku, dan
·
lakban.
Alat
yang digunakan untuk pembuatan kumbung jamur ini :
·
Paku,
·
Gergaji,
·
Palu,
·
Thermometer,
C. Cara
Kerja
Untuk membangun sebuah kumbung mini
jamur merang hanya memerlukan 3 jam tapi ternyata 1 hari :
1. Siapkan
kayu reng, bambu, plastik, berketebalan 0,8 mm, paku, plakban, serta
thermometer ruangan.
2. Kayu
reng dirangkai menjadi bentuk lemari dengan panjang 100cm, lebar 60cm, dan
tinggi 120 cm. Setelah itu bikin 3 tingkatan dengan jarak antar tingkat 30cm.
Atap sebaiknya agak gonjong.
3. Untuk
bagian depan buat pintu sebagai tempat keluar masuk perawatan dan pemanenan
4. Belah
bambu lalu jadikan sebagai alas disetiap tingkat .
5. Pasang
plastik berketebalan 0,8 m di sekeliling kerangka. Rekatkan bagian yang longgar
dengan plakban.
6. Pasang
thermometer untuk mengontrol suhu. Letakan kumbung di atas bata atau alas
berketinggian minimal 5cm dari tanah. Tujuannya agar mengurangi kelembaban.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari pembuatan kumbung jamur yang
dirangkai menjadi bentuk lemari dengan panjang 100cm, lebar 60cm dan tinggi
120cm.
Pembuatan kumbung ini menggunakan kayu dengan di
susun 3 lantai. Untuk memudahkan penyiraman kumbung diberi jendela untuk
sirkulasi udara serta menjaga kelembaban dalam kumbung tersebut agar jamur
dapat tumbuh baik.
Gambar
Kumbung Jamur yang telah di buat

Pembahasan
Dari hasil yang
didapatkan bahwa pembuatan kumbung jamur tidak menghabiskan waktu 3 jam tetapi
menghabiskan waktu 2 hari karena waktu kumpul anggota-anggotanya, pembelian
bahan, serta pembuatan kumbung cukup menghabiskan waktu. Pembuatan kumbung
jamur ini digunakan untuk menumbuhkan jamur merang (Volvariella volvacea ).
Tubuh buah yang
masih muda berbentuk bulat telur, berwarna cokelat gelap hingga abu-abu dan
dilindungi selubung. Pada tubuh buah jamur merang dewasa, tudung berkembang
seperti cawan berwarna coklat tua keabu-abuan dengan bagian batang berwarna
coklat muda. Jamur merang yang dijual untuk keperluan konsumsi adalah tubuh
buah yang masih muda yang tudungnya belum berkembang.
Jamur merang
dibudidayakan di dalam bangunan yang disebut kumbung. Sesuai namanya jamur ini
tumbuh baik pada media merang dan jerami yang telah terkomposkan. Namun praktik
budidaya lebih lanjut juga mendapati jamur ini tumbuh baik pada kompos sampah
kertas, tandan kosong sawit, kompos batang pisang dan kompos bio massa pada
umumnya.
Menurut penelitian,
limbah kapas adalah media yang memberikan hasil
produksi dan pertumbuhan yang terbaik bagi jamur merang. Jamur merang dikenal
sebagai warm mushroom,
hidup dan mampu bertahan pada suhu yang relatif tinggi, antara 30-38 °C
dengan suhu optimum pada 35 °C.
Sehingga kumbung
jamur yang kita buat akan mampu mengembangkan dan menumbuhakn jamur merang ini
dengan baik. Kami mengganti nambu dengan triplek karena memanfaatkan
barang-barang yang tidak digunakan lagi. Pergantian tersebut meminimalkan
pengeluaran yang ada.
Kesimpulan
Dari hasil dan
pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil
dari pembuatan kumbung jamur yang dirangkai menjadi bentuk lemari dengan
panjang 100cm, lebar 60cm dan tinggi 120cm.
2. Jamur
merang ((Volvariella volvacea ) yang akan
dibudidayakan dalam kumbung jamur tersebut.
3. Budidaya
jamur dalam kumbung harus melihat kelembaban dan suhu agar jamur merang
tersebut dapat tumbuh dengan baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Budhi Widiastuti, Budidaya jamur kompos, jamur merang dan
jamur kancing, Penebar Swadaya, 2007.
Budiawan, Fandi.,
Pengaturan Suhu Dan Kelembaban Pada Miniatur Kumbung Untuk Meningkatkan
Produktifitas Jamur Tiram, Yogyakarta
Dumanauw,J.F.1990. Mengenal Kayu. Yogyakarta:kanisius
Phansin AJ,Zeeuw C de .1980. Textbook of Wood Technology Vol. II. New
York: Mc Graw-Hill Book Company
Parjimo dan Agus Andoko, Budidaya jamur, jamur kuping, jamur tiram,
dan jamur merang, Agro Media Pustaka 2007
Acara II
“Pembuatan Bibit F0”
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Jamur atau cendawan adalah tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang
disebut hifa. Hifa dapat
membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebutmiselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif ada juga dengan carageneratif. Jamur menyerap zat organik dari
lingkungan melalui hifa dan miseliumnya untuk memperoleh makanannya. Setelah itu, menyimpannya dalam bentuk
glikogen. Jamur merupakan
konsumen, maka dari itu jamur bergantung pada substrat yang menyediakankarbohidrat, protein, vitamin, dan
senyawa kimia lainnya. Semua zat
itu diperoleh dari lingkungannya. Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat
bersifat parasit obligat, parasit fakultatif,
atau saprofit.
Cara
hidup jamur lainnya adalah melakukan simbiosis mutualisme. Jamur yang hidup bersimbiosis, selain
menyerap makanan dari organisme lain juga menghasilkan zat tertentu yang
bermanfaat bagi simbionnya. Simbiosis
mutualisme jamur dengan tanaman dapat dilihat pada mikoriza,
yaitu jamur yang hidup di akar tanaman kacang-kacangan atau pada liken. Jamur berhabitat pada bermacammacam
lingkungan dan berasosiasi dengan banyak organisme. Meskipun kebanyakan hidup
di darat, beberapa jamur ada yang hidup di air dan berasosiasi dengan organisme
air. Jamur yang hidup di air
biasanya bersifat parasit atau saprofit, dan kebanyakan dari kelas Oomycetes.
B. Tujuan
Praktikum
1. Mahasiswa
dapat membuat dan membiakkan bibit F0 jamur melalui kultur jaringan dan spora.
2. Mahasiswa
mampu membedakan biakan dengan kultur jaringan dan spora.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Taksonomi Jamur Tiram :
TINGKATAN
|
NAMA
|
KERAJAAN
|
Fungi
|
FILUM
|
Basidiomycota
|
KELAS
|
Homobasidiomycetes
|
ORDO
|
Agaricales
|
FAMILI
|
Tricholomataceae
|
GENUS
|
Pleurotus
|
SPESIES
|
Pleurotus Ostreatus
|
Pembuatan
bibit F0 jamur tiram
Pembuatan
bibit PDA yang dimaksud di sini adalah pembiakan kultur murni atau biakan murni
dengan menggunakan teknik kultur jaringan. Yang dimaksud dengan kultur jaringan
adalah mengambil bagian dari jamur untuk ditumbuhkan pada media PDA agar dapat
berkembang dan memperbanyak diri. Sel-sel spora jamur tiram diharapkan dapat berkembang
menjadi individu baru secara sempurna pada media yang sesuai dalam hal ini
media PDA. Teknik kultur jaringan dengan media PDA (Potato Dextrosa Agar) ini
sangat penting untuk dikuasai oleh pembudidaya jamur karena dari sinilah semua
proses multiplikasi atau pengembangan jamur tiram berlangsung.
PDA
adalah singkatan dari Potato Dextrosa Agar merupakan campuran media dari
larutan 200 gram kentang ditamba 20 gram Dextrosa dan 20 gram bubuk agar-agar.
Dalam media agar-agar PDA inilah dikembang biakan murni dari spora jamur tiram.
Kultur jaringan bila diartikan ke dalam
bahasa Jerman disebut Gewebe kulturatau tissue
culture (Inggris) atau weefsel kweek atau weefsel
cultuur (Belanda). Kultur jaringan atau budidaya in
vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman
seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan
pada media buatanyang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi
yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbayak diri dan beregenerasi
menjadi tanaman yang lengkap.
Dasar teori yang digunakan adalah teori totipotensi yang ditulis oleh SCHLEIDEN dan SCHWANN, Suryowinoto (1977) menyatakan bahwa teori totipotensi adalah bagian tanaman yang hidup mempunyai totipotensi, kalau dibudidayakan di dalam media yang sesuai, akan dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang sempurna, artinya dapat bereproduksi, berkembang biak secara normal melalui biji atau spora (Daisy P. Sriyanti dan Ari Wijaya, 1994).
Dasar teori yang digunakan adalah teori totipotensi yang ditulis oleh SCHLEIDEN dan SCHWANN, Suryowinoto (1977) menyatakan bahwa teori totipotensi adalah bagian tanaman yang hidup mempunyai totipotensi, kalau dibudidayakan di dalam media yang sesuai, akan dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang sempurna, artinya dapat bereproduksi, berkembang biak secara normal melalui biji atau spora (Daisy P. Sriyanti dan Ari Wijaya, 1994).
Teknik kultur jaringan
menuntut syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam pelaksanaannya.
Laboratorium harus menyediakan alat-alat kerja, sarana pendukung terciptanya
kondisi aseptik terkendali dan fasilitas dasar seperti, air, listrik dan bahan
bakar. Pelaksanaan kultur jaringan memerlukan juga perangkat lunak yang
memenuhi syarat. Dalam melakukan pelaksanaan kultur jaringan, pelaksanaan harus
mempunyai latar belakang ilmu-ilmu dasar tertentu yaitu botani, fisiologi
tumbuhan ZPT, kimia dan fisika yang memadai.
Pelaksana akan berkecimpung dalam
pekerjaan yang berhubungan erat dengan ilmu-ilmu dasar tersebut. Pelaksana akan
banyak berhubungan dengan berbagai macam bahan kimia, proses fisiologi tanaman
(biokimia dan fisika) dan berbagai macam pekerjaan analitik (Yusnita, 2003).
Kadang-kadang latar
belakang pengetahuan tentang mikrobiologi, sitologi dan histologi. Pelaksana
juga dituntut dalam hal keterampilan kerja, ketekunan dan kesabaran yang tinggi
serta harus bekerja intensif. Pekerjaan kultur jaringan meliputi : persiapan media,
isolasi bahan tanam (eksplan), sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan,
aklimatisasi dan usaha pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke lapangan.
Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap tahapan
pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan
tersendiri (Yusnita, 2003).
BAB
III
Metode
Praktikum
A. Waktu
dan Tempat
Pelaksanaan
pembuatan bibit F0 dilakukan pada hari Kamis 11 April 2013 di Laboratorium
Mikrobiologi, Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
B. Bahan
dan Alat
1. Media
PDA
2. Cawan
petridis
3. Jamur
indukan
4. Pinset
5. Lampu
bunsen
6. LAFC
7. Alkohol
8. Pisau
skapel
9. Kertas
steril
C. Cara
Kerja
a. Dengan
kultur jaringan
1. Menuang/
memasukkan media PDA yang sudah dibuat dari Erlenmeyer ke dalam petridish,
memesukkan media tersebut dalam keaadaan masih agak panas agar belum membentuk
jel/mulai memadat dan di dekat lampu Bunsen yang sudah dinyalakan.
2. Sambil
menunggu media padat menyiapakan alat-alat yang akan digunakan, alat-alat
tersebut sudah dalam keadaan steril (pinset, blade, petidish), LAFC dibersihkan
menggunakan alkohol dan di UV terlebih dahulu 20-30 menit, setelah akan
digunakan LAFC blower dan lampu dihidupkan.
3. Mencuci
jamur merang (Volvariella
volvacea) yang akan digunakan untuk bahan bibit dengan kultur
jaringan.
4. Setelah
media padat, media tersebut dimasukkan kedalam laminar yang sebelumnya
disemprot menggunakan alkohol, selain media yang dimasukkan alat-alat yang lain
yaitu petridish, scapel, blade, lampu bunsen dan jamur, semua disemprot alkohol
terlebih dahulu.
5. Setelah
semua alat dan bahan siap, bisa langsung dilakukan inokulasi eksplan dengan
cara:
ü Memasang
blade pada scapel
ü Menyalakan
lampu bunsen
ü Mensterilkan
pinset dan scapel diatas bara lampu
bunsen yang sebelumnya dicelupkan kedalam alkohol
ü Membelah
jamur merang menjadi 2 bagian diatas permukaan petridish, didalam belahan
tersebut terdapat seperti tankai itu di potong menjadi beberapa bagian
ü Potongan-potongan
bagian tubuh jamur tersebut dimasukkan kedalam media, masing-masing media dalam
petridish diisi 3 potongan
ü Setelah
digunakan scapel dan blade kembali disterilkan
6. Setelah
inokulasi selesai diberi label dan disimpan dalam ruangan gelap dan steril
7. Melakukan
pengamatan secara berkala, bila terjadi kontaminasi segera dipisahkan dan
dibersihkan.
8. Setelah
miselium memenuhi petridish maka sudah siap digunakan untuk membuat bibit F1.
b. Dengan
spora
1. Menuang/
memasukkan media PDA yang sudah dibuat dari Erlenmeyer ke dalam petridish,
memesukkan media tersebut dalam keaadaan masih agak panas agar belum membentuk
jel/mulai memadat dan di dekat lampu Bunsen yang sudah dinyalakan.
2. Sambil
menunggu media padat menyiapakan alat-alat yang akan digunakan, alat-alat
tersebut sudah dalam keadaan steril (pinset, blade, petidish, tissue), LAFC
dibersihkan menggunakan alkohol dan di UV terlebih dahulu 20-30 menit, setelah
akan digunakan LAFC blower dan lampu dihidupkan.
3. Mencuci
jamur tiram (Pleurotus
ostreatus) yang akan digunakan untuk bahan
bibit dengan kultur jaringan.
4. Setelah
media padat, media tersebut dimasukkan kedalam laminar yang sebelumnya
disemprot menggunakan alkohol, selain media yang dimasukkan alat-alat yang lain
yaitu petridish, scapel, blade, lampu bunsen dan jamur, semua disemprot alkohol
terlebih dahulu.
5. Setelah
semua alat dan bahan siap, bisa langsung dilakukan inokulasi eksplan dengan
cara:
ü Memasang
blade pada scapel
ü Menyalakan
lampu Bunsen
ü Mensterilkan
pinset dan scapel diatas bara lampu
bunsen yang sebelumnya dicelupkan kedalam alcohol
ü Memotong
tangkai jamur mengguankan scapel dan pinset. Bagian yang digunakan adalah
bagian tudungnya
ü Mengambil
tissue dan ditaruh di pemukaan petridish, kemudian pegang tudung jamur
menggunakan pinset dan bagian lamela diketuk-ketukkan kedalam tissue agar spora
dalam jamur tersebut jatuh ke dalam tissue
ü Spora
yang ada pada tissue tersebut dimasukkan ke dalam media PDA dengan cara
hati-hati.
6. Setelah
inokulasi selesai diberi label dan disimpan dalam ruangan gelap dan steril
7. Melakukan
pengamatan secara berkala, bila terjadi kontaminasi segera dipisahkan dan
dibersihkan.
8. Setelah
miselium memenuhi petridish maka sudah siap digunakan untuk membuat bibit F1.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Dari praktikum pembuatan bibit F0 dengan kultur jaringan dan dengan spora untuk
kelompok 5 sebenarnya berhasil tetapi karena keterlambatan subkultur dan karena
punya kelompok lain sudah terkontaminasi terlebih dahulu sehingga punya kelompok 5 juga ikut terkontaminasi karena
yang terkontaminasi lebih dulu tidak segera diambil.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Pembuatan
bibit induk F0 dengan jaringan:
a. Diperoleh
tiga petri yang didalamnya telah tertanam jaringan dari jamur merang (volvariella volvacea)
b. Pada
setiap masing-masing petri terdapat tiga jaringan yang ditanam sehingga
keseluruhannya terdapat 9(sembilan) jaringan yang tertanam
c. Setelah
selang hari pertama dan hari kedua dan selanjutnya pada jaringan yang di tanam
pada media PDA sudah terlihat tumbuh namun dari ketiga petri yang ditanami
jaringan tersebut ter dapat pula kontaminasi dari organisme lain.Benang-benang
hyfa tumbuh pada bagian dari jaringan yang ditanam dan pada hyfa berwarna putih
,sedangkan pada area di luar jaringan terdapat kontaminasi dari organisme lain
yang di tandai dengan tumbuhnya hyfa atau mikro organisme lain yang berwarna
hitam dan juga berwarna hijau.
2. Pembuatan
bibit induk F0 dengan spora :
a. Di
peroleh satu petri yang didalamnya telah tertanam spora dari jamur kancing (Agaricus bisporus)
b. Setelah
selang beberapa hari terlihat banyak spora yang telah tumbuh menjadi
benang-benang hyfa yang kecil,namun pada medianya juga terlihat terdapat
kontaminasi dari mikrobia atau organisme lain yang juga ikut tumbuh dalam media
B. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil
praktikum Pertanian Tanpa Tanah pada acara pembuatan bibit induk F0 yang telah
di lakukan diketahui bahwa dalam pembuatan bibit induk F0 dapat dilakukan
dengan beberapa cara yaitu pembuatan bibit F0 dengan menggunakan bagian dari
tubuh jamur atau dengan menggunakan jaringan yang di sebut jugan dengan
kulturjaringan dan dapat pula dengan cara menggunakan spora dari jamur induk
yang di seebut juga kultur spora.Pada saat pembuatan bibit induk F0 ada
beberapa hal yang sangat penting untuk di perhatikan yaitu diantaranya
keterampilan dalam proses pembuatannya juga kebersihan dari tempat yang
digunakan ,peralatan dan si pembuatnya pun juga harus dalam bersih ,hal ini
dikarenakan pada proses pembuatan bibit F0 ini sangat rentan atau mudah sekali
terkontaminasi oleh mikroorganisme lain apabila dalam proses pembuatannya tidak
benar-benar steril.Pada acara praktikum yang telah di lakukan ini digunakan
bahan dari jamur Merang (Volvariella volvaceae) sebagai bahan untuk pembuatan
bibit induk F0 dengan cara penggunaan jaringan dengan menggunakan beberapa
bagian dari batangnya dan yang ke dua menggunakan bahan dari jamur Kancing
(Agaricus bisporus) sebagai bahan dalam pembuatan bibit induk F0 dengan cara
spora yang di ambil dari tudungnya.Pada acara praktikum ini media yang
digunakan untuk tumbuh bibit yaitu dengan menggunakan media PDA.Media PDA
terbuat dari berbagai macam bahan didalamnya seperti extrak tauge,agar-agar dan
lain-lainn yang mengandung unsur-unsur yang sangat penting yang nantinya akan
di gunakan sebagai sumber makanan bagi bibit F0 untuk dapat tumbuh dan
berkembang
Berdasarkan hasil yang
telah didapatkan dari hasil praktikum yang telah di lakukan pada isolasi jamur
Merang (Volvariella volvaceae) di ketahui pada jaringan yang ditanam pada petri
yang berisikan media PDA terlihat secara keseluruhan tampak tumbuh hyfa-hyfa
baru di sekitar jaringan dari jamur yang di tanam.Pada jaringan tumbuh terlihat
sekumpulan hyfa yang berwarna putih,namun pada wadah atau petri juga terdapat
kontaminaasi dari mikroorganisme lain,hal ini di tandai dengan adanya bintik
bintik berwarna hijau sampai kehitam-hitaman yang berkoloni yang tumbuh di
sekitar luar jaringan yang di tanam, hal ini dapat terjadi karena mungkin saat
praktikan melakukan isolasi ,ketika praktikan dalam penggunaan alat-alat yang
di gunakan belum steril benar sehingga bakteri atau mikroorganisme lain ikut
terbawa pada media dan tumbuh sebagai kontaminan.Hal lain mungkin karena pada
saat inkubasi yang terlalu lama sehingga jaringan media yang pada awalnya
tumbuh dengan baik di sekitarnya tertumbuhi mikroorganisme lain sebagai akibat
dari terlambatnya penanganan dari praktikan.Seharusnya setelah hyfa-hyfa baru
sudah tumbuh harus segera di ambil dan di pendahkan pada tabung reaksi dengan
media miring agar dapat menekan terjadinya kontaminasi pada bibit. Sedangkan
pada pembuatan bibit induk Fo dengan cara kultur spora yang telah di lakukan terlihat tumbuh dan
menyebar pada permukaan media,namun pada media terlihat bukan hanya bibit dari
jamur kancing saja yang tumbuh tetapi ada mikroorganisme lain yang juga ikut
tumbuh pada media sebagai akibat sebagai kontaminan.Hal ini terjadi karena
beberapa faktor,yang pertama mungkin masih belum tau kurang nya steril pada
alat-alat yang di gunakan pada saat sterilisasi dilakukan.Yang ke dua mungkin
dikarenakan keterlambatan dalam penanganan bibit setelah tumbuh.Pada saat
inkubasi mungkin terlalu lama sehingga menyebabkan munculnya kontaminasi pada
media di sekitar bibit yang tumbuh.
Berdasar kan hasil yang
didapatkan dari kedua cara tersebut secara keseluruhan terjadi
kontaminasi,sehingga kemungkinan hanya sebagian kecil saja dari bibit yang
tumbuh yang dapat digunakan untuk menuju pada fase pembuatan F1.Dari hasil
tersebut dapat di ketahui pada saat melakukan isolasi untuk pembuatan bibit
induk F0 baik dengan menggunakan cara kultur jaringan ataupun dengan cara
kultur spora haruslah baik pada media yang digunakan,alat-alat yang
digunakan,kebersihan dari praktikan harus benar-benar terjamin kebersihannya
agar dapat menekan kemungkinan terjadinya kontaminasi pada bibit selain itu
juga penanganannya setelah bibit tumbuh haruslah di perhatikan secara itensif
agar dapat dilakukan penaganan segera apabila mulai terjadu kontaminan.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil dari praktikum Pertanian Tanpa Tanah pada acara pembuatan bibit induk F0
yang telah dilakukan di dapatkan kesimpulan bahwa :
1. Pada
acara praktikum diperoleh hasil pembuatan bibit induk F0 dengan kultur jaringan
2. Pada
acara praktikum diperoleh hasil pembuatan bibit induk F0 dengan kultur Spora
3. Pembuatan
bibit induk F0 pada jamur pangan(adible musroom) dapat di buat dengan dua cara
yaitu dengan kultur jaringan dan dengan kultur spora
4. Keterampilan,ketersediaan
alat,dan kebersihan tempat sangat berpengaruh terhadap hasil bibit F0 yang akan
di peroleh
5. Media
yang digunakan untuk tumbuhnya bibit F0 baru harus terbuat dari bahan-bahan
yang didalamnya mengandung unsur-unsur yang penting yang dibutuhkan oleh bibit
F0 sebagai bahan makanan untuk kelangsungan pertumbuhan pada bibit.
Daftar Pustaka
Cahyana,Y. A., Muchrodji, dan M.
Bakrun. 1999. Pembibitan, Pembudidayaan dan Analisis Jamur
Tiram. Bogor. Penebar Swadaya. 63 hlm.
Dewi, I. K. 2009.
Efektivitas Pemberian Blotong Kering Terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) pada Media Serbuk
Kayu. Skripsi. Universitas Muhamadiah. Surakarta. 70
hlm.
Sinaga, M. S. 2000.
Jamur Merang dan Budidayanya. Jakarta. Penebar swadaya. 65
hlm.
Suhartini, T. Aminatun, dan V.
Henuhili. 2011. Pelatihan Budidaya Jamur Tiram Dengan Sistem
Susun Pada Masyarakat Desa Kasihan, Bantul Sebagai Upaya Meningkatkan
Pendapatan Keluarga. Modul Pelatihan Jamur Tiram. Desa Kasihan,
Bantul. 17 hlm.
Suriawiria. 2006. Budidaya
Jamur Tiram. Kanisius. Yogyakarta. 55 hlm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar